Rabu, 23 Oktober 2013

contoh karangan paragraf deduktif

Merokok di negara Indonesia masih banyak di temui untuk kalangan anak muda. Banyak alasan yang menjadi dasar mengapa mereka merokok. Kebiasaan ini pula yang menjadikan penyakit banyak berdatangan dan harta kita banyak terkuras hanya untuk mengobati penyakit yang seharusnya tidak terjadi kepada kita. Maka tidak heran apabila penyakit kanker sangat banyak terjadi di masyarakat Indonesia
Polusi udara saat ini sudah tidak bisa di di pandang sebelah mata, perkembangan pabrik kian meraja rela dan tidak di ikuti dengan adanya penghijauan di kota itu sendiri. Terlebih hutan saat ini sudah banyak yang gundul akibat penebangan pohon secara liar yang kian menakutkan. Hal tersebut pula yang menyebabkan gunung es di dunia ini sudah mulai mencair yang berakibat meningkatnya air yang ada di permukaan bumi. Maka tidak heran apabila suatu ketika nanti akan ada bahaya yang begitu besar dari efek pemanasan global ini.
 sumber : http://www.yoedha.com/2013/04/contoh-paragraf-deduktif-terbaru.html

Pengertian Paragraf Induktif dan Paragraf Deduktif

Pengertian Paragraf induktif adalah paragraf yang dimulai dengan menyebutkan peristiwa-peristiwa yang khusus, untuk menuju kepada kesimpulan umum, yang mencakup semua peristiwa khusus di atas.
Adapun ciri-ciri paragraf induktif Sbb
  • Terlebih dahulu menyebutkan peristiwa-peristiwa khusus
  • Kemudian, menarik kesimpulan berdasarkan peristiwa-peristiwa khusus
  • Kesimpulan terdapat di akhir paragraf
  • Menemukan Kalimat Utama, Gagasan Utama, Kalimat Penjelas
    Kalimat utama paragraf induktif terletak di akhir paragraf
  • Gagasan Utama terdapat pada kalimat utama
  • Kalimat penjelas terletak sebelum kalimat utama, yakni yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa khusus
  • Kalimat penjelas merupakan kalimat yang mendukung gagasa utama.
Jenis Paragraf Induktif :
  1. Generalisasi
  2. Analogi
  3. Klasifikasi
  4. Perbandingan
  5. Sebab akibat (terbagi menjadi tiga jenis)
  • Sebab akibat
  • Akibat sebab
  • Sebab akibat 1 akibat 2
pengertian paragraf deduktif  yaitu sebuah paragraf yang berpola dari umum ke khusus, artinya paragraf yang didahului dengan kalimat umum kemudian dikembangkan dengan beberapa kalimat penjelas. Contoh dari paragraf deduktif bisa kita temukan di pelbagai penyedia artikel, seperti internet, majalah, dan koran.


Pengertian & Contoh Paragraf Deduktif Lengkap
Ciri-ciri Paragraf Deduktif
1. Kalimat utama berada di awal paragraf
2. Kalimat utama disusun dari pernyataan umum yang kemudian disusul dengan penjelasan





sumber :http://makalahpendidikan.blogdetik.com/pengertian-paragraf-induktif-contoh-membuat-menulis-paragraf-induktif-sendiri/
http://rohmatullahh.blogspot.com/2013/09/pengertian-contoh-paragraf-deduktif.html

Kamis, 02 Mei 2013

14. PENYELESAIAN SENGKETA

Pengertian sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
  1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
  2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
  1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
  2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
. .Cara-cara penyelesaian sengketa negosiasi,mediasi dan arbitrase
ü  Negosiasi
Sengketa tanah merupakan salah satu masalah yang tidak mudah diselesaikan dan harus diselesaikan secara hati-hati. Sebab, nuansa kekerasan begitu terasa setiap kali sengketa tanah terjadi.
Tak hanya disimbolkan dengan kehadiran alat berat atau aparat, tapi juga benturan fisik antar pihak yang bersengketa. Masalah sengketa tanah tidak hanya menyangkut undang-undang, tapi juga implementasinya di lapangan. Penyelesaian melalui jalur hukum (litigasi) pun tidak dapat selalu menjanjikan keadilan, sedang jalan damai (nonlitigasi) juga tak mudah untuk ditempuh.
ü  Mediasi

Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi internasional.
Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan, contoh: mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp David 1979

ü  Arbitrase

mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika dilihat dalam Black’s Law Dictionary, dapa diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultasion) adalah:

“act of consuling or confering: e.g. patient with doctor; client with Lawyer. Deliberation of person on some subject. A conference between the counsel enganged in a cae, to discuss its question or arrange the method Of conducting”

1.Negoisasi dan Perdamaian                                                         

Dalam Pasal 6 ayat(2) UU N omor Tahun 1999 dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul diantara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut, selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.

2. Mediasi

Pengaturan mengenai mediasi terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat(3), ayat(4), dan ayat(5) UU Nomor 30 Tahun 1999. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 1999 adalah, suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negoisasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999.

Negoisasi dan Perdamaian

Dalam Pasal 6 ayat(2) UU N omor Tahun 1999 dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul diantara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut, selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.

Mediasi

Pengaturan mengenai mediasi terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat(3), ayat(4), dan ayat(5) UU Nomor 30 Tahun 1999. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 1999 adalah, suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negoisasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999.

Konsiliasi

UU Nomor 30 Tahun 1999, tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit tentang pengertian atau defenisi dari konsiliasi. Secara umum, dapat dikatakan bahwa konsiliasi adalah suatu penyelesaian dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut netral dan berperan secara aktif maupun tidak aktif.

Pendapat hukum oleh lembaga arbitrase

Rumusan Pasal 52 UU nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Dikatakan mengikat, karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbiterasi tersebut. Setiap pelangaran terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelangaran terhadap perjanjian.

Perbandingan antara perundingan,Arbitrase,dan Ligitasi
a. Negosiasi atau perundingan               
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.

b. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)


SUMBER : http://aldie-renaldie.blogspot.com/2013/02/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html

13. ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1.       Pengertian
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
2.       Azas dan Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3.       Kegiatan yang dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.

Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.

3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a.       menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b.      menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c.       membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d.      melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

6. Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

7. Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
4.       Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a.       Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
b.      Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
c.       Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d.      Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

8. Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5.       Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli

Hal-hal Yang Dikecualikan Dari Undang-Undang Anti Monopoli

        I.            Perjanjian yang dikecualikan
a. Hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cipta
b. Waralaba
c. Standar teknis produk barang dan atau jasa
d. Keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok
e. Kerjasama pnelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
f. Perjanjian internasional
      II.            Perbuatan yang dikecualikan
a. Perbuatan pelaku usaha yang tergplong dalam pelaku usaha
b. Kegiatan usaha koperasi uang khusus melayani anggotanya
    III.            Pebuatan dan atau perjanjian yang diperkecualikan
a. Pebuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan UU
b. Pebuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor
6.      Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
  1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
  2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
7.       Sanksi
Apabila importir tersebut terbukti melakukan kartel atau kecurangan lain, maka akan dikenakan sanksi. Sanksi tersebut dapat berupa denda dan atau sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha.

SUMBER : http://ireneaulia.blogspot.com/2013/04/bab-11-anti-monopoli-dan-persaingan.html
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html
http://jatoeandini.blogspot.com/2011/05/hal-hal-yang-dikecualikan-dari-undang.html
http://www.neraca.co.id/harian/article/26507/KPPU.Investigasi.Kartel.Pengerek.Harga.Komoditas

12. PERLINDUNGAN KONSUMEN



1.      Pengertian Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
2.      Azas dan Tujuan
          Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :
     “Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
          Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen :
     Perlindungan Konsumen bertujuan :
     a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
     b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses
         negatif pemakai barang dan/ atau jasa;
     c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
         hak-haknya sebagai konsumen;
     d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
         keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
     e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
         sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
     f. meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
        produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan , kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
        konsumen.
3.      Hak dan Kewajiban Konsumen
Diantara hak-hak konsumen yaitu
  1. Mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan
  2. Memilih barang/jasa yang akan digunakan
  3. Memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
  4. Didengar pendapat dan keluhannya
  5. Mendapatkan Advokasi
  6. Mendapat pembinaan
  7. Diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
  8. Mendapatkan ganti rugi/kompensasi

Diantara kewajiban-kewajiban konsumen diantaranya :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk/informasi dan prosedur pemakaian
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
4.      Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 6 dan 7 undang-undang no 8 tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :
§  Hak pelaku usaha
A.     hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
B.     Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
C.     Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen.
D.     Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
E.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
§  kewajiban pelaku usaha
A.     bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
B.     Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
C.     Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
D.     Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
E.      Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi .
F.      Memberi kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
G.     Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5.      Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .

1. Larangan dalam memproduksi / memperdagangkan.

Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :

• tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
• tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
• tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
• tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
• tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
• tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
• tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto


2. Larangan dalam menawarkan / memproduksi

pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah .

• barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu.
• Barang tersebut dalam keadaan baik/baru;
• Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu.
• Dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
• Barang atau jasa tersebut tersedia.
• Tidak mengandung cacat tersembunyi.
• Kelengkapan dari barang tertentu.
• Berasal dari daerah tertentu.
• Secara langsun g atau tidak merendahkan barang atau jasa lain.
• Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
• Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.



3. Larangan dalam penjualan secara obral / lelang


Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :

• menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
• Tidak mengandung cacat tersembunyi.
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
• Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.

4. Larangan dalam periklanan

Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :

• mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
• Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
• Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
• Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
• Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
6.      Klausula Baku dalam Perjanjian
Di dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
A.     menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha .
B.      menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
C.     pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
D.     pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
E.      mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen.
F.      memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

       Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak dapat dibaca seacra jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinaytakan batal demi hukum. Oleh karena itu , pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
7.      Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Di dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
a.       menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha .
b.      menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
c.       pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
d.      pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
e.       mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen.
f.       memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.


       Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak dapat dibaca seacra jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinaytakan batal demi hukum. Oleh karena itu , pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
8.      Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh undang – undang nomor 8 tahun 1999, yang tertulis dalam pasal 60 sampai dengan pasal 63 dapat berupa sanksi administrative, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampas barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentiaan kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabuatn izin usaha.